Kamis, 10 Oktober 2013

BERPENGHARAPAN DI TENGAH KETIDAKADAAN HARAPAN

( Markus 5 : 25-34 ) Meskipun sudah sering membaca bahkan merenungkan bagian Firman ini, tetapi baru kali ini aku menyadari bahwa keadaan perempuan ini begitu sulit. Dimasa itu, posisi perempuan di letak kedua dalam tataran masyarakat. Jikalau kita membaca dari Imamat 15:25-31, hukum tentang perempuan yang mengeluarkan lelehan maka kita bisa melihat bahwa selama ia mengeluarkan lelehan ia dianggap najis selama masa pendarahan itu masih berlangsung dan tempat tidurnya atau apapun yang didudukinya dianggap najis dan ia dilarang beribadat. Selama dua belas tahun, perempuan ini menanggung kesakitan dan ketidaknyamanan, secara rohani dilarang beribadat, secara psikologis tidak bisa berhubungan dengan suaminya (kalau dia sudah menikah), perasaan bersalah karena menghabiskan harta untuk biaya berobat dan merasa merepotkan orang lain. Semua itu menjadi pergumulan batin tersendiri sehingga godaan untuk mengasihani diri sendiri dan putus asa pasti besar. Kemudian saya teringat akan kaka KTB saya yang saat ini sedang sakit, beberapa waktu yang lalu ia mengatakan bahwa ia mulai malas untuk berdoa dan membaca Firman Tuhan. Memasuki tahun ketiga sakitnya, saya mengerti bahwa kaka saya itu mulai putus asa, pengobatan yang seperti tiada akhir, godaan untuk menggunakan pengobatan secara irrasional pun terlihat menarik, berbagai cara pun mulai di coba. Belajar dari perempuan yang sakit pendarahan ini, dua belas tahun bukan waktu yang singkat, ada banyak hal yang ia bisa lakukan, bisa melahirkan berapa anak dan mengasuh mereka. Kalau saya ada dalam posisi itu, saya tidak akan bisa membayangkan hidup seperti apa, tapi perempuan itu tetap mempertahankan pengharapannya untuk sembuh terus menerus dalam keadaan apapun, dan karena itu Tuhan Yesus mengatakan “ Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar